Kamis, 23 Oktober 2014

Al Haq wa Al Bathil



Al Haq wa Al Bathil
Kehidupan ini sudah memberikan pelajaran yang konkrit dan jelas, terutama bagi manusia, yang senantiasa mau berpikir, dan memikirkan, khususnya atas fenomena alam semesta. Seperti pergantian waktu. Maka, ketika datangnya fajar di pagi hari itulah, yang dinamakan datangnya kehidupan. Dan, selalu dimulai dengan mengingat Allah Ta’ala melalui takbir, tahlil dan tahmid.
Dalam kehidupan ini ada pilihan-pilihan. Maka, manusia harus memilih diantara yang ada dalam kehidupan.
Allah Ta’la berfirman : “Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat. Barang siapa ingkar kepada Tagut, dan beriman kepada Allah, maka sungguh, di telah berpegang (teguh) pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui “ (Q.S. Al-Baqarah:256)
Jadi manusia diberi kebebasan oleh Allah Ta’ala untuk memilih sesuai dengan pemahaman atas realitas kehidupan ini, dan menentukan pilihannya sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Ketika manusia sudah menentukan pilihan dan menetapkan posisinya, maka keputusannya menentukan pilihan itu akan menyebabkan manusia mendapatkan ‘jaza’ (balasan) di akhirat nanti.
Menjadikan  Allah itu sebagai tujuan hidupnya. Seperti dikatakan oleh Allah Ta’ala : “Allah pelindung orang yang beriman. Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya adalah setan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan. Mereka adalah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya.”(Q.S. Al-Baqarah:257)
Jadi ayat itu, menunjukkan pada posisi masing-masing atas pilihan manusia, yang mukmin dan  kafir,sekaligus, apa yang nantinya akan didapatkan atas pilihan yang mereka lakukan itu.
Seperti halnya, Nabi Ibrahim a.s., melakukan pilihan yang sangat fundamental dalam kehidupannya. Beliau memilih meninggalkan ayahnya yang mencintai patung, sebagi bentuk kemusyrikan, dan mendurhakai Allah Ta’ala. Patung tidak dapat meninggikan derajat manusia, dan tidak layak lagi mendapatkan peribadahan dari manusia.
Manusia harus meninggalkan ‘ilah-ilah’ (tuhan-tuhan), dan hanya memiliih Allah Azza Wa Jalla, sebagai Tuhannya, dan meniadakan seluruh eksistensi ‘ilah-ilah’ yang akan menjadi padanan dari Allah Rabbul Alamin. Pengakuan la ilaha illa-llah, pasti akan membuat manusia memiliki posisi yang jelas bagi kehidupannya. Maka, memilih dan hanya mengabdi kepada Allah Ta’ala itu, akhirnya dapat membebaskan manusia dari penghambaan manusia lainnya.
Manusia yang sudah memilih Allah Azza Wa Jalla itu, sebagai tujuan akhir  kehidupannya, maka ia akan terbebas dari segala bentuk perbudakan, dan akan mendapatkan kebahagiaan, kebebasan dalam arti yang sungguhnya. Tidak lagi kehidupan mereka diekploitasi oleh ‘ilah-ilah’ yang menggunakan atribut duniawi, yang sangat tidak berarti. Seharusnyalah orientasi kehidupan manusia itu, diarahkan untuk memilih kepada al-haq, bukan kepada al-bathil. Bukan memilih atribut-atribut yang menyesatkan dan menjerumuskan manusia ke dalam kehidupan yang celaka dan hina.
Jadi, kewajiban kita bukan memilih bikinan-bikinan manusia, yang nisbi, yang relatif, yang terbatas oleh ruang dan waktu, dan penuh dengan kepalsuan, kekotoran, kebohongan, dan hanya berorientasi kepada hawa nafsu. Manusia harus memilih segala kehidupan yang didasari oleh nilai-nilai Ilahiyah, yang dapat menyelamatkan hari depan umat manusia. Jangan pilihan yang kita lakukan justru membuat diri kita menjadi hina dihadapan Allah Azza Wa Jalla. Kita menginginkan kemuliaan disisi-Nya, kelak sesudah meninggalkan dunia yang fana ini.
Dan bukan hanya memilih kepada al-haq, sejarahpun telah diwarnai, dipenuhi dan diperkaya oleh orang-orang yang sungguh-sungguh. Bukan oleh orang-orang yang santai, berleha-leha dan berangan-angan. Dunia diisi dan dimenangkan oleh orang-orang yang merealisir cita-cita, harapan dan angan-angan mereka dengan jiddiyah (kesungguh-sungguhan) dan kekuatan tekad.
Tatkala Allah SWT memberikan perintah kepada hamba-hamba-Nya yang ikhlas, Ia tak hanya menyuruh mereka untuk taat melaksanakannya melainkan juga harus mengambilnya dengan quwwah yang bermakna jiddiyah, kesungguhan-sungguhan.
Namun kebatilan pun dibela dengan sungguh-sungguh oleh para pendukungnya, oleh karena itulah Ali bin Abi Thalib ra menyatakan:  ”Al-haq yang tidak ditata dengan baik akan dikalahkan oleh Al-bathil yang tertata dengan baik”.
Hal ini diucapkan Ali untuk mengingatkan pasukannya ketika sempat mengeluh saat melihat semangat juang pasukannya mulai melemah, sementara para pemberontak sudah demikian destruktif, berbuat dan berlaku seenak-enaknya. Para pengikut Ali saat itu malah menjadi ragu-ragu dan gamang.
Di antara sekian jenis kemiskinan, yang paling memprihatinkan adalah kemiskinan azam, tekad dan bukannya kemiskinan harta.
Demikian pula dalam kaitannya dengan masalah ukhrawi berupa ketinggian derajat di sisi Allah. Tidak mungkin seseorang bisa keluar dari kejahiliyahan dan memperoleh derajat tinggi di sisi Allah tanpa tekad, kemauan dan kerja keras.
Sekali lagi marilah kita menengok kekayaan sejarah dan mencoba bercermin pada sejarah. Kembali kita akan menarik ibrah dari kisah Nabi Musa a.s. dan kaumnya.
Nabi Musa as adalah pemimpin yang dipilihkan Allah untuk mereka, seharusnyalah mereka tsiqqah pada Nabi Musa. Apalagi telah terbukti ketika mereka berputus asa dari pengejaran dan pengepungan Fir’aun beserta bala tentaranya yang terkenal ganas, Allah SWT berkenan mengijabahi do’a dan keyakinan Nabi Musa as sehingga menjawab segala kecemasan, keraguan dan kegalauan mereka.
Semestinya kaum Nabi Musa melihat dan mau menarik ibrah (pelajaran) bahwa apa-apa yang diridhai Allah pasti akan dimudahkan oleh Allah dan mendapatkan keberhasilan karena jaminan kesuksesan yang diberikan Allah pada orang-orang beriman. Allah pasti akan bersama al-haq dan para pendukung kebenaran. Namun kaum Nabi Musa hanya melihat laut, musuh dan kesulitan-kesulitan tanpa adanya tekad untuk mengatasi semua itu sambil di sisi lain bermimpi tentang kesuksesan. Hal itu sungguh merupakan opium, candu yang berbahaya. Mereka menginginkan hasil tanpa kerja keras dan kesungguh-sungguhan. Mereka adalah “qaumun jabbarun” yang rendah, santai dan materialistik. Seharusnya mereka melihat bagaimana kesudahan nasib Fir’aun yang dikaramkan Allah di laut Merah.
Seandainya mereka yakin akan pertolongan Allah dan yakin akan dimenangkan Allah, mereka tentu tsiqqah pada kepemimpinan Nabi Musa dan yakin pula bahwa mereka dijamin Allah akan memasuki Palestina dengan selamat.
Bukankah Allah SWT telah berfirman: “Wahai  orang-orang yang beriman!  Jika engkau menolong (agama) Allah, niscaya Allah akan menolongmu dan meneguhkan Kedudukanmu.” (Q.S. Muhammad:7)
Hendaknya jangan sampai kita seperti Bani Israil yang bukannya tsiqqah dan taat kepada Nabi-Nya, mereka dengan segala kedegilannya malah menyuruh Nabi Musa as untuk berjuang sendiri. “Pergilah engkau dengan Tuhanmu”. Hal itu sungguh merupakan kerendahan akhlak dan militansi, sehingga Allah mengharamkan bagi mereka untuk memasuki negri itu. Maka selama 40 tahun mereka berputar-putar tanpa pernah bisa memasuki negri itu.
Namun demikian, Allah yang Rahman dan Rahim tetap memberi mereka rizqi berupa ghomama, manna dan salwa, padahal mereka dalam kondisi sedang dihukum. Tetapi tetap saja kedegilan mereka tampak dengan nyata ketika dengan tidak tahu dirinya mereka mengatakan kepada Nabi Musa tidak tahan bila hanya mendapat satu jenis makanan.
Kebodohan seperti itu pun kini sudah mentradisi di masyarakat. Banyak keluarga yang berstatus Muslim, tidak pernah ke masjid tapi mampu membayar sehingga banyak orang di masjid yang menyalatkan jenazah salah seorang keluarga mereka, sementara mereka duduk-duduk atau berdiri menonton saja.
Rasulullah saw memang telah memberikan nubuwat atau prediksi beliau: “Kelak kalian pasti akan mengikuti kebiasaan orang-orang sebelum kalian selangkah demi selangkah, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta dan sedepa demi sedepa”. Sahabat bertanya: “Yahudi dan Nasrani ya Rasulullah?” Beliau menjawab: “Siapa lagi?”
Kebahagiaan sejati akan diperoleh manusia bila ia tidak bertumpu pada sesuatu yang fana dan rapuh, dan sebaliknya justru berorientasi pada keabadian.
Nabi Yusuf as sebuah contoh keistiqomahan, ia memilih di penjara daripada harus menuruti hawa nafsu rendah manusia. Ia yang benar di penjara, sementara yang salah malah bebas.
Hal yang demikian bisa pula terjadi pada orang-orang yang punya cita-cita mulia ingin bersama para nabi dan rasul, shidiqin, syuhada dan shalihin. Mereka tentunya akan sanggup melupakan sakitnya penderitaan dan kepahitan perjuangan karena keterpesonaan mereka pada surga dengan segala kenikmatannya yang dijanjikan.
Itulah ibrah yang harus dijadikan pusat perhatian para da’i. Apalagi berkurban di jalan Allah adalah sekedar mengembalikan sesuatu yang berasal dari Allah jua. Kadang kita berat berinfaq, padahal harta kita dari-Nya. Kita terlalu perhitungan dengan tenaga dan waktu untuk berbuat sesuatu di jalan Allah padahal semua yang kita miliki berupa ilmu dan kemuliaan keseluruhannya juga berasal dari Allah. Semoga kita terhindar dari penyimpangan-penyimpangan seperti itu dan tetap memiliki jiddiyah, militansi untuk senantiasa berjuang di jalan-Nya. Aamiiiiin……
Wallahu a’lam bis shawab

Sabtu, 12 April 2014

Rangkuman Kebijan Hukum (Auditing)



KEWAJIBAN HUKUM

LINGKUNGAN HUKUM YANG BERUBAH
Menurut common law, para profesional audit bertanggung jawab untuk memenuhi apa yang telah dinyatakan dalam kontrak dengan klien. Apabila auditor gagal memberikan jasa atau tidak cermat dalam pelaksanaannya, mereka secara hukum bertanggung jawab kepada klien atas kelahiran dan/atau pelanggaran kontrak, dan dalam situasi tertentu, kepada pihak selain klien mereka. Faktor-faktor yang menjadi penyebab utamanya:
1.      Kesadaran para pemakai laporan keuangan yang semakin meningkat akan tanggung jawab akuntan publik.
2.      Kesadaran yang meningkat di pihak Securities dan Exchange Commisission (SEC) mengenai tanggung jawabnya melindungi kepentingan para investor.
3.      Kerumitan fungsi-fungsi auditing dan akuntansi yang disebabkan oleh meningkatnya ukuran bisnis, globalisasi bisnis, dan kerumitan operasi bisnis.
4.      Kecenderungan masyarakat untuk menerima tuntutan dari pihak yang dirugikan terhadap siapa saja yang dapat memberikan kompensasi, tanpa melihat siapa yang salah, bersama dengan beberapa doktrin tentang kewajiban (sering disebut konsep kewajiban ‘deep pocket”).
5.      Keputusn pengadilan menyangkut ganti rugi yang besar pada beberapa kasus melawan akuntan publik telah mendorong para pengacara  untuk memberikan pelayanan hukum atas dasar fee kontujensi. Kesepakatan ini menawarkan keuntungan kepada pihak yang dirugikan bila tuntutannya berhasil, dan kerugian yang minimum bila tuntutannya tidak berhasil.
6.      Banyak kantor akuntan publik lebih memilih menyelesaikan masalah hukum di luar pengadilan untuk menghindri biaya pengadilan yang mahal dan publisitas yang merugikan, ketimbang menyelesaikannya melalui proses pengadilan.
7.      Kesulitan yang dihadapi hakim dan juri dalam memahami serta menginterpretasikan masalah teknis akuntansi dan auditing.

MEMBEDAKAN ANTARA KEGAGALAN BISNIS, KEGAGALAN AUDIT, DAN RISIKO AUDIT
Banyak profesional akuntansi dan hukum yakin bahwa penyebab utama tuntutan hukum kepada kantor akuntan publik adalah kurangnya pemahaman para pemakai laporan keuangan atas dua konsep:
1.      Perbedaan antara kegagalan bisnis dan kegagalan audit
2.      Perbedaan antara kegagalan audit dan risiko audit

Kegagalan bisnis (business failure) terjadi apabila bisnis tersebut tidak mampu mengembalikan pinjamannya atau memenuhi harapan para investor karena keadaan ekonomi atau bisnis, seperti resesi, keputusan manajemen yang buruk., atau persaingan yang tak terduga dalam industry itu.
Kegagalan audit (audit failure) terjadi apabila auditor mengeluarkan pendapat audit yang tidak benar karena gagal memenuhi persyaratan standar audit. Contohnya adalah kantor yang menugaskan asisten yang tidak memenuhi syarat untuk melaksanakan tugas audit tertentu, di mana mereka gagal menemukan salah saji yang material dalam catatan klien yang seharusnya dapat ditemukan oleh auditor yang memenuhi syarat.
Risiko audit merupakan kemungkinan bahwa auditor akan menyimpulkan, setelah melaksanakan audit yang memadai, bahwa laporan keuangan telah dinyatakan secara wajar, sedangkan dalam kenyataannya mengandung salah saji yang material. Risiko audit tidak dapat dielakkan, karena auditor mengumpulkan bukti hanya atas dasar pengujian dan karena kecurangan yang disembunyikan dengan baik sangat sulit dideteksi. Seorang auditor mungkin saja menaati seluruh standar auditing, namun masih gagal mengungkapkan salah saji yang material akibat kecurangan.

KONSEP-KONSEP HUKUM YANG MEMPENGARUHI KEWAJIBAN

Konsep Orang yang Bijak
Ada kesepakatan antara profesi akuntan dan pengadilan bahwa aditor bukan penjamin atau penerbit laporan keuangan. Auditor hanya diharapkan untuk melakukan audit dengan kemahiran, dan tidak diharpakan benar 100 persen. Standar kemahiran (due care) disebut sebagai konsep orang yang bijak (prudent person concept), hal ini dikemukakan dalam Cooley on Torts.

Kewajiban atas Tindakan Pihak Lain
Para partner mungkin juga bertanggung jawab atas pekerjaan orang yang mereka andalkan menurut UU Keagenan. Tiga kelompok auditor yang paling mungkin diandalkan adalah para karyawan, kantor akuntan publik lain yang ditugaskan untuk melakukan sebagian pekerjaan, dan para spesialis yang dihubungi untuk menyediakan informasi teknis. Jika seorang karyawan melaksanakan audit yang tidak memadai, partnernya dapat ikut bertanggung jawab ats kinerja karyawan tersebut.

Tidak adanya Komunikasi Istimewa
Menurut Common Law, akuntan public tidak berhak menyembunyikan informasi dari pengadilan dengan menyatakan bahwa informasi tersebut rahasia. Diskusi rahasia antara klien dan auditor tidak dapat disembunyikan dari pengadilan.

Syarat-syarat Hukum yang Mempengaruhi Kewajiban Akuntan Publik
Syarat yang berkaitan dengan kelalaian dan penipuan: kelalaian biasa, kelalaian besar, penipuan konstruktif, penipuan.
Syarat yang berkaitan dengan hukum kontrak: pelanggaran kontrak, manfaat pihak ketiga.
Syarat-syarat lain: common Law, UU Statuter, Kewajiban bersama dan tertentu, kewajiban terpisah dan proporsional.

Sumber-sumber Kewajiban Hukum
Empat sumber kewajiban hukum:
1.      Kewajiban kepada klien
2.      Kewajiban kepada pihak ketiga menurut Common law
3.      Kewajiban sipil menurut UU sekuritas federal
4.      Kewajiban kriminal.

KEWAJIBAN KEPADA KLIEN
Sumber tuntutan hukum yang paling umum terhadap akuntan publik adalah dari klien. Kewajiban yang umum akibat tuntutan hukum klien melibatkan klaim bahwa auditor tidak dapat menemukan pencurian oleh karyawan akibat kelalaian dalam melaksanakan audit. Masalah utama dalam kasus yang melibatkan dugaan kelalaian biasanya adalah tingkat kemahiran yang diperlukan.

Pembelaan Auditor terhadap Tuntutan Klien
Kantor akuntan publik biasanya menggunakan satu atau kombinasi dari empat pembelaan bila ada tuntutan hukum oleh klien, yaitu:
1.      Tidak ada tugas yang harus dilaksanakan, jasa berarti bahwa kantor akuntan publik mengklaim bahwa kontrak yang tersirat atau pun yang dinyatakan secara jelas.
2.      Pelaksanaan kerja tanpa kelalaian (nonnegligent performance)
3.      Kelalaian kontribusi (contributory negligence)
4.      Ketiadaan hubungan timbal balik (sebab-akibat)

KEWAJIBAN TERHADAP PIHAK KETIGA MENURUT COMMON LAW
Pihak ketiga meliputi pemegang saham actual dan calon pemegang saham, pemasok, bankir, dan kreditor lain, karyawan, serta pelanggan.

Doktrin Ultramares
Kasus audit utama yang mengawali kewajban terhadap pihak ketiga adalah Ultramares Corporation vs. Touche (1931). Kasus ini membentuk suatu doktrin yang dikenal sebagai doktrin Ultramares.

Foreseen Users.
Pengadilan telah memperluas doktrin Ultrames untuk mengizinkan pemulihan oleh pihak ketiga dalam banyak situasi dengan memperkenalkan konsep foreseen users, yang merupakan anggota dari golongan pemakai terbatas yang mengandalkan laporan keuangan.
            Meskipun konsep foreseen user dapat langsung diterapkan, pengadilan telah membuat beberapa interpretasi yang berbeda. Tiga pendekatan utama yang diberlakukan sbb:
1.      Credit Alliance
2.      Restatement of Torts
3.      Foreseeble Users

Pembelaan Auditor terhadap Tuntutan Pihak Ketiga
Tiga dari empat pembelaan yang tersedia bagi auditor dalam menghadapi tuntutan oleh klien juga tersedia untuk tuntutan hukum oleh pihak ketiga, yaitu: tidak ada kewajiban untuk melaksanakan jasa, pelaksanaan kerja tanpa kelalaian, dan ketiadaan hubungan sebab-akibat. Kelalaian kontribusi biasanya tidak berlaku karena pihak ketiga bukan penyebab terjadinya salah saji dalam laporan keuangan.

KEWAJIBAN SIPIL MENURUT UNNDANG-UNDANG SEKURITAS FEDERAL
Securities Act Tahun 1933
Securities Act tahun 1933 hanya berkaitan dengan persyaratan pelaporan bagi perusahaan yang menerbitkan sekuritas baru, termasuk informasi dalam laporan registrasi atau pendaftaran dan propektus.

Securities Exchange Act Tahun 1934
Kewajiban auditor menurut Securities Axchange Act tahun 1934 sering kali berpusat pada laporan keuangan yang tekah diaudit yang diterbitkan kepada publik dalam laporan tahunan, yang diserahkan kepada SEC sebagai bagian dari laporan tahunan Form 10-K.



Peraturan 10b-5 dari Securities Exchange Act tahun 1934
Section 10 dan Peraturan 10b-5 sering kali disebut sebaga ketentuan anti kecurangan dari undang-undang tahun 1934, karena menghalangi setiap aktivitas penipuan yang melibatkan pembelian atau penjualan setiap sekuritas. Berbagai keputusan pengadilan federal menjelaskan bahwa Peraturan 10b-5 berlaku tidak hanya bagi penjual langsung, tetapi juga akuntan, penjamin emisi, dan puhak lainnya.

Pembelaan Auditor
Tiga pembelaan serupa yang tersedia bagi auditor dalam kasus tuntutan menurut common aw oleh pihak ketiga juga berlaku bagi tuntutan menurut UU tahun 1934: pelaksanaan kerja tanpa kelalaian, tidak ada kewajiban, dan ketiadaan hubungan timbale balik atau sebab-akibat
.
Sanksi SEC
Rules of Practise SEC akan memungkinkan SEC untuk menolak, baik untuk sementara maupun seterusnya, praktik kantor akuntan publik dalam kaitannya dengan laporan keuangan perusahaan publik, baik karena kurangnya kualifikasi yang tepat atau terlibat dalam perilaku profesional yang tidak etis atau tidak pantas.

Foreign Corrupt Practise Act Tahun 1977
Tindakan penting lain oleh kongres yang mempengaruhi kantor akuntan publik maupun kliennya adalah disahkannya Foreign Corrupt Practises Act tahun 1977. UU ini melarang pemberian uang suap kepada pejabat di luar negeri untuk mendapatkan pengaruh dan memperoleh atau mempertahankan hubungan bisnis. UU yang baru ini juga mewajibkan anggota yang terdaftar pada SEC menurut Securities Exchange Act tahun 1934 untuk memenuhi persyaratan tambahan yang menyangkut catatan yang lengkap dan akurat, serta sistem pengendalian internal yang memadai.

           
KEWAJIAN KRIMINAL
Cara keempat para akuntan publik yang dapat dianggap bertanggung jawab adalah menurut kewajiban kriminal bagi akuntan (criminal liability for accountants).

RESPONS PROFESI TERHADAP KEWAJIBAN HUKUM
AICPA dan profesi secara keseluruhan dapat melukukan sejumlah hal untuk mengurangi risiko para praktisi terken tuntutan hukum:
1.      Mencari perlindungan dari proses pengadilan atau ligitasi yang tidak terpuji
2.      Meningkatkan performa auditing agar dapat memenuhi kebutuhan para pemakai dengan lebih baik
3.      Mendidik para pemakai mengenai batas-batas auditing.
Beberpa aktivitas khusus dalam kewajiban hukum:
1.      Riset dalam auditing
2.      Penetapan standard dan peraturan
3.      Menetapkan persyaratan untuk melindungi auditor
4.      Menetapkan persyaratan peer review
5.      Melawan tuntutan hukum
6.      Pendidikan bagi pemakai laporan keuangan
7.      Member sanksi kepada anggota karena perilaku dan kinerja yang tidak pantas
8.      Melobi perubahan UU.

MELNDUNGI AKUNTAN PUBLIK INDIVIDUAL DARI KEWAJIBAN HUKUM
Seorang auditor yang berpraktik juga dapat pula mengambil tindakan tertentu untuk meminimalkan kewajibannya. Beberapa dari yang umum itu adalah sebagai berikut:
1.      Hanya berurusan dengan klien yang memiliki integritas
2.      Mempekerjakan personil yang kompeten dan melatih serta mengawasi mereka secara layak
3.      Mengikuti standar profesi
4.      Mempertahankan independensi
5.      Memahami bisnis klien
6.      Melaksanakan audit yang bermutu
7.      Mendokumentasikan pekerjaan yang layak
8.      Mendapatkan surat penugasan dan surat representasi
9.      Mempertahankan hubungan yang bersifat rahasia
10.  Mengadakan asuransi yang memadai
11.  Mencari bantuan hukum
12.  Memilih bentuk organisasi dengan kewajiban terbatas
13.  Mengungkapkan skeptisme profesional